Asfiksia Neonatorum
00.44 |
Asfiksia Neonatorum
PengertianAsfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson, 1967). Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971). Penilaian statistic dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kerdiovaskular serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan adaptasi bayi baru lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1959). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi di kemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai dengan perubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.
B. Etiologi
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin, akan terjadi asfiksia janin atau neonatus. Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu penilaian janin selama masa kehamilan, persalinan memegang peranan yang sangat penting untuk keselamatan bayi. Gangguan yang timbul pada akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia janin dan berakhir dengan asfiksia neonatus dan bayi mendapat perawatan yang adekuat dan maksimal pada saat lahir.
Penyebab kegagalan pernafasan pada bayi, adalah :
1.Faktor ibu
Hipoksia ibu dapat menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya. Hipoksia ibu ini dapat terjadi kerena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anastesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering ditemukan pada keadaan ; gangguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karna perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksi janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta, dan lain-lain.
3.Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir dan lain-lain.
4.Faktor neonatus
Depresi pusat pernafasan pada BBL dapat terjadi karena ; pemakaian obat anastesi/analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, traoma yang terjadi pada persalinan mosalnya perdarahan intra cranial, kelainan kongenital pada bayi masalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan,hipoplasia paru dan lain-lain.
Patogenesis
a. Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap nesofagus sehingga jantung janin menjadi lambat. Bola kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nesofagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nefo simfatikus. Djj menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.
b. Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam hipoksia :
* Jika Djj normal dan ada mekonium maka janin mulai hipoksia.
* Jika Djj > 160 x/ menit dan ada mekonium maka janin sedang hipoksia.
* Jika Djj < style > / menit dan ada mekonium maka janin dalam keadaan gawat.
c. Janin akan mengadakan pernafasan intra uterine dan bila kita periksa terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronfus tersumbat dan terjadi atelekrasis bila janin lahir aveoli tidak berkembang.
Macam-macam asfiksia neonatorum
Dapat dibagi menjadi :
- Vigorus baby. Skor Apgar 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat tidak memerlukan tindakan istimewa.
- Mild-moderate asphyksia (asfiksia sedang). Skor APGAR 4-6 pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung > 100x/menit, tonus otot kurang baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
- a. Asfiksia berat skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100x / menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada.
1. Bayi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap.
2. Bunyi jantung bayi menghilang post partum.
Tanda dan gejala klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya :
- Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
- Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
- Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer.
Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia :
- Pernafasan megap-magap dalam
- Denyut jantung terus menurun
- Tekanan darah mulai menurun
- Bayi terlihat lemas (flaccid)
- Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2)
- Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2)
- Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik)
- Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob
- Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
Bayi dapat mengalami apnue dan menunjukan upaya pernafasan yang tidak cukup untuk kebutuhan fentilasi paru-paru. Kondisi ini menyebabkan kurangnya pengambilan oksigen dan pengeluaran CO2. Penyebab depresi bayi pada saat lahir ini mencakup :
- Asfiksia intra uterin
- Bayi kurang bulan
- Obat-obat yang diberikan/diminum oleh ibu
- Penyakit neuromuskular bawaan
- Cacat bawaan
- Hipoksia intra partum
Apabila asfiksia berlanjut bayi akan menunjukan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apnue yang disebut apnue sekunder, selama apnue sekunder ini denyut jantung, tekanan darah, dan kadar oksigen dalam darah(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi kecuali apabila resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian oksigen dimulai dengan segera.
Gejala dan tanda-tanda asfiksia termasuk :
- Tidak bernafas /bernafas megap-megap
- Warna kulit kebiruan
- Kejang
- Panurunan kesadaran
Pada kasus asfiksia ringan bayi dapat terkejut atau sangat waspada denan peningkatan tonus otot, makan dengan buruk, dan frekuensi pernafasan normal atau cepat. Temuan ini biasanya berlangsung selama 24-48 jam sebelum sembuh secara spontan.
Pada kasus asfiksia sedang bayi dapat letargi dan mengalami kesulitan pemberian makan. Bayi dapat mengalami episode apnia kadang-kadang dan atau konvulsi selama beberapa hari. Masalah ini biasanya sembuh dalam satu minggu, tetapi masalah perkembangan saraf mungkin ada. Pada kasus asfiksia berat bayi dapat terkulai atau tidak sadar dan tidak makan. Konvulsi dapat terjadi selama beberapa hari dan episode apnia yang berat dan sering umumnya terjadi. Bayi dapat membaik selama beberapa minggu atau tidak dapat membaik sama sekali. Jika bayi ini dapat bertahan hidup mereka biasanya menderita kerusakan otak permanen.
- Jika asfiksia ringan
- Jika asfiksia sedang atau berat
- batasi volume cairan sampai 60 ml/kg BB selama hari pertama dan pantau haluaran urin.
- Jika bayi berkemih kurang dari 6 kali/hari atau tidak menghasilkan urin jangan meningkatkan volume cairan pada hari berikutnya, ketika jumlah urin mulai meningkat tingkatkan volume cairan IV harian sesuai dengan kemajuan volume cairan. Tanpa memperhatikan usia bayi yaitu untuk bayi yang berusia 4 hari, lanjutkan dari 60 ml/kg sampai 80 ml/kg sampai 100 ml/kg jangan langsung 120 ml/kg pada hari pertama. Ketika konvulsi terkendali dan bayi menunjukan tanda-tanda peningkatan respon. Ijinkan bayi mulai menyusui. Jika bayi tidak dapat menyusui berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makan alternatif. Berikan perawatan berkelanjutan.
Like this
BBLR
00.38 |
BBLR
Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR)
adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang
masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1
(satu) jam setelah lahir (3).
Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir
rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan
batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang
atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik menunjukkan 90% kejadian
BBLR didapatkan di negara berkembang dan angka kematiannya 35 kali
lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500
gram (4). BBLR termasuk faktor utama dalam
peningkatan mortalitas, morbiditas dan disabilitas neonatus, bayi dan
anak serta memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupannya
dimasa depan (1,2). Angka kejadian di Indonesia sangat
bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara
9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR
dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut
SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR
yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia
Sehat 2010 yakni maksimal 7% (2,3).
Etiologi
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran
prematur. Faktor ibu yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain.
Faktor plasenta seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda,
serta faktor janin juga merupakan penyebab terjadinya BBLR (3).
(1) Faktor ibu
a. Penyakit
Seperti
malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
b. Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti
perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran
preterm.
c. Usia
Ibu dan paritas
Angka
kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu
dengan usia <>
d.
Faktor kebiasaan ibu
Faktor
kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol
dan ibu pengguna narkotika.
(2) Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli),
kelainan kromosom.
(3)
Faktor Lingkungan
Yang
dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun (4,7).
Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi
berat lahir rendah antara lain (8):
Hipotermia
Hipoglikemia
Gangguan cairan dan elektrolit
Hiperbilirubinemia
Sindroma gawat nafas
Paten duktus arteriosus
Infeksi
Perdarahan intraventrikuler
Apnea of Prematurity
Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada
bayi-bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain (3,8):
Gangguan perkembangan
Gangguan pertumbuhan
Gangguan penglihatan (Retinopati)
Gangguan pendengaran
Penyakit paru kronis
Kenaikan angka kesakitan dan sering
masuk rumah sakit
Kenaikan frekuensi kelainan bawaan
Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR adalah dengan mengukur berat
lahir bayi dalam jangka waktu <> dapat diketahui dengan dilakukan
anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (8).
Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis
untuk menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya BBLR (3):
Umur ibu
Riwayat hari pertama haid terakir
Riwayat persalinan sebelumnya
Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
Kenaikan berat badan selama hamil
Aktivitas
Penyakit yang diderita selama hamil
Obat-obatan yang diminum selama
hamil
Pemeriksaan Fisik
Yang dapat dijumpai saat pemeriksaan fisik pada bayi
BBLR antara lain (3):
Berat badan <>
Tanda-tanda prematuritas (pada bayi
kurang bulan)
Tanda bayi cukup bulan atau lebih
bulan (bila bayi kecil untuk masa kehamilan).
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang dapat dilakukan antara lain (3):
Pemeriksaan skor ballard
Tes kocok (shake test), dianjur
untuk bayi kurang bulan
Darah rutin, glukosa darah, kalau
perlu dan tersedia fasilitas diperiksa kadar elektrolit dan analisa gas
darah.
Foto dada ataupun babygram
diperlukan pada bayi baru lahir dengan umur kehamilan kurang bulan
dimulai pada umur 8 jam atau didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom
gawat nafas.
USG kepala terutama pada bayi
dengan umur kehamilan <>
Penatalaksanaan/ terapi
Medikamentosa
Pemberian vitamin K1 (3):
Injeksi 1 mg IM sekali pemberian,
atau
Per oral 2 mg sekali pemberian atau
1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari, dan umur 4-6 minggu)
Diatetik
Bayi
prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena refleks
menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI dikeluarkan
dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan pipa lambung
atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah dagu, bayi dapat
dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah dikeluarkan yang
diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel pada puting. ASI
merupakan pilihan utama (6):
Apabila bayi mendapat ASI,
pastikan bayi menerima jumlah yang cukup dengan cara apapun, perhatikan
cara pemberian ASI dan nilai kemampuan bayi menghisap paling kurang
sehari sekali.
Apabila bayi sudah tidak
mendapatkan cairan IV dan beratnya naik 20 g/hari selama 3 hari
berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
Pemberian minum bayi berat lahir rendah (BBLR) menurut
berat badan lahir dan keadaan bayi adalah sebagai berikut (3):
a. Berat lahir 1750 – 2500 gram
- Bayi Sehat
Biarkan bayi menyusu pada ibu
semau bayi. Ingat bahwa bayi kecil lebih mudah merasa letih dan malas
minum, anjurkan bayi menyusu lebih sering (contoh; setiap 2 jam) bila
perlu.
Pantau pemberian minum dan
kenaikan berat badan untuk menilai efektifitas menyusui. Apabila bayi
kurang dapat menghisap, tambahkan ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum.
- Bayi Sakit
Apabila bayi dapat minum per oral
dan tidak memerlukan cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat.
Apabila bayi memerlukan cairan
intravena:
· Berikan cairan intravena hanya
selama 24 jam pertama
· Mulai berikan
minum per oral pada hari ke-2 atau segera setelah bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi menunjukkan tanda-tanda
siap untuk menyusu.
· Apabila
masalah sakitnya menghalangi proses menyusui (contoh; gangguan nafas,
kejang), berikan ASI peras melalui pipa lambung :
o
Berikan cairan IV dan ASI menurut umur
o
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; 3 jam
sekali). Apabila bayi telah mendapat minum 160 ml/kgBB per hari tetapi
masih tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali minum. Biarkan bayi
menyusu apabila keadaan bayi sudah stabil dan bayi menunjukkan
keinginan untuk menyusu dan dapat menyusu tanpa terbatuk atau tersedak.
b. Berat lahir 1500-1749 gram
- Bayi Sehat
Berikan ASI peras dengan
cangkir/sendok. Bila jumlah yang dibutuhkan tidak dapat diberikan
menggunakan cangkir/sendok atau ada resiko terjadi aspirasi ke dalam
paru (batuk atau tersedak), berikan minum dengan pipa lambung.
Lanjutkan dengan pemberian menggunakan cangkir/ sendok apabila bayi
dapat menelan tanpa batuk atau tersedak (ini dapat berlangsung setela
1-2 hari namun ada kalanya memakan waktu lebih dari 1 minggu)
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam
(misal setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
- Bayi Sakit
Berikan cairan intravena hanya
selama 24 jam pertama
Beri ASI peras dengan pipa lambung
mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan IV secara perlahan.
Berikan minum 8 kali dalam 24 jam
(contoh; tiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum.
Lanjutkan pemberian minum
menggunakan cangkir/ sendok apabila kondisi bayi sudah stabil dan bayi
dapat menelan tanpa batuk atau tersedak
Apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
c. Berat lahir 1250-1499 gram
- Bayi Sehat
Beri ASI peras melalui pipa lambung
Beri minum 8 kali dalam 24 jam
(contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160
ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap
kali minum
Lanjutkan pemberian minum
menggunakan cangkir/ sendok.
Apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
- Bayi Sakit
Beri cairan intravena hanya selama
24 jam pertama.
Beri ASI peras melalui pipa lambung
mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah cairan intravena secara perlahan.
Beri minum 8 kali dalam 24 jam
(setiap 3 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum
menggunakan cangkir/ sendok.
Apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
d. Berat lahir <>tidak
tergantung kondisi)
Berikan cairan intravena hanya
selama 48 jam pertama
Berikan ASI melalui pipa lambung
mulai pada hari ke-3 dan kurangi pemberian cairan intravena secara
perlahan.
Berikan minum 12 kali dalam 24 jam
(setiap 2 jam). Apabila bayi telah mendapatkan minum 160 ml/kgBB per
hari tetapi masih tampak lapar, beri tambahan ASI setiap kali minum
Lanjutkan pemberian minum
menggunakan cangkir/ sendok.
Apabila bayi telah mendapatkan
minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba untuk menyusui langsung.
Suportif
Hal utama yang perlu dilakukan adalah mempertahankan
suhu tubuh normal (3):
Gunakan salah satu cara
menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi, seperti kontak kulit
ke kulit, kangaroo mother care, pemancar panas, inkubator atau ruangan
hangat yang tersedia di tempat fasilitas kesehatan setempat sesuai
petunjuk.
Jangan memandikan atau menyentuh
bayi dengan tangan dingin
Ukur suhu tubuh dengan berkala
Yang juga harus diperhatikan untuk penatalaksanaan
suportif ini adalah :
Jaga dan pantau patensi jalan nafas
Pantau kecukupan nutrisi, cairan
dan elektrolit
Bila terjadi penyulit, harus
dikoreksi dengan segera (contoh; hipotermia, kejang, gangguan nafas,
hiperbilirubinemia)
Berikan dukungan emosional pada ibu
dan anggota keluarga lainnya
Anjurkan ibu untuk tetap bersama
bayi. Bila tidak memungkinkan, biarkan ibu berkunjung setiap saat dan
siapkan kamar untuk menyusui.
Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan saat dirawat
a. Terapi
Bila diperlukan terapi untuk
penyulit tetap diberikan
Preparat besi sebagai suplemen
mulai diberikan pada usia 2 minggu
b. Tumbuh kembang
Pantau berat badan bayi secara
periodik
Bayi akan kehilangan berat badan
selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi dengan berat lair ≥1500
gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir <1500>
Bila bayi sudah mendapatkan ASI
secara penuh (pada semua kategori berat lahir) dan telah berusia lebih
dari 7 hari :
- Tingkatkan
jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah 180 ml/kg/hari
- Tingkatkan jumlah ASI sesuai
dengan peningkatan berat badan bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180
ml/kg/hari
- Apabila
kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah pemberian ASI
hingga 200 ml/kg/hari
-
Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
Pemantauan setelah pulang
Diperlukan pemantauan setelah pulang untuk mengetahui perkembangan bayi
dan mencegah/ mengurangi kemungkinan untuk terjadinya komplikasi
setelah pulang sebagai berikut (3,4):
Sesudah pulang hari ke-2, ke-10,
ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap bulan.
Hitung umur koreksi
Pertumbuhan; berat badan, panjang
badan dan lingkar kepala.
Tes perkembangan, Denver
development screening test (DDST)
Awasi adanya kelainan bawaan
Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) pencegahan/
preventif adalah langkah yang penting. Hal-hal yang dapat dilakukan (3):
1. Meningkatkan pemeriksaan
kehamilan secara berkala minimal 4 kali selama kurun kehamilan dan
dimulai sejak umur kehamilan muda. Ibu hamil yang diduga berisiko,
terutama faktor risiko yang mengarah melahirkan bayi BBLR harus cepat
dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan
yang lebih mampu
2. Penyuluhan
kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim,
tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan
agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin yang dikandung dengan
baik
3. Hendaknya
ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi sehat
(20-34 tahun)
4. Perlu
dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil
Langganan:
Postingan (Atom)